“Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, dan sabar adalah sinar”.
Bagaimana bisa orang yang memiliki cahaya, bukti dan sinar tidak mengetahui hakikat sesuatu melalui makna tutur kata...


Rasulullah saw mencintai harapan yang baik. Setiap harapan yang baik akan membawa pelakunya ke arah kebaikan. Dan ketika suatu organisasi terbentuk atas dasar harapan yang baik, sudah jelas akan membawa penggeraknya ke arah kebaikan. Apalagi wajihah dakwah yang sudah jelas-jelas berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, yang hasil akhirnya tak lain dan tak bukan adalah kebaikan itu sendiri. Namun di dalam proses berjalannya tentu saja tidaklah penuh dengan kebaikan-kebaikan yang ‘nyata’. Kebaikan yang ada akan tersembunyi di balik setiap cobaan dan rintangan yang sengaja diciptakan Allah swt untuk menyadarkan pelaku kebaikan untuk melihat lebih jauh. Kebaikan apa saja yang ada disekitarnya, dan kebaikan apa saja yang akan membawa berjuta-juta kebaikan yang lain. Untuk itu, dibutuhkan taqwim (evaluasi) secara kesinambungan terhadap beberapa individu atau semuanya di dalam dan di luar barisan, dalam rangka komitmen terhadap Islam.
Sesungguhnya proses taqwim sangat penting dan tidak dapat dihindari. Hal ini karena keragaman kewenangan dan tujuan dalam amaliah, yang menuntut pengenalan tentang individu atau jama’ah. Seperti halnya pengetahuan mengenai mengenai para pendukung, musuh dan tingkatan-tingkatan pemahaman yang berbeda-beda.
Proses taqwim meliputi dua sisi, yaitu :
1. Tawtsiq (Penilaian tentang aspek-aspek positif)
Hal itu terlaksana dengan menilai integritas moral (tawtsiq) seseorang, memujinya pada suatu sisi baik secara non formal. Terkadang pujian diperlukan untuk memotivasi seseorang dalam bergerak. Dianjurkan memuji atas keberanian dan kelebihan yang ada padanya, sekiranya terhindar dari fitnah. Namun demikian, pujian yang dianjurkan bukanlah pujian yang berlebihan yang dapat mendatangkan ujub dan ghurur. Adakalanya pujian juga diberikan dengan tujuan mencegah saudara dari rasa rendah dan tak berdaya. Sehingga dapat memicu semangat dan akselerasi dalam dakwah. Pujian juga bisa dikatakan penghargaan atas perbuatan baik seseorang.
Namun sebaiknya pujian diberikan kepada seseorang yang secara psikologis ‘membutuhkannya’ untuk dapat bergerak, sampai timbul dalam dirinya keikhlasan ‘sejati’. Hal ini dikhususkan pada kader-kader yang baru menapaki medan jihad ini, ada yang membawa ‘mimpi’ yang ingin diwujudkannya atau membawa ‘kebingungan’ akibat ketidak mengertiannya. Maka dibutuhkan murabbi (pembina) yang juga memiliki loyalitas yang tak diragukan lagi (tidak mudah bukan?). Karena untuk menjadi seorang murabbi tidak hanya berbekal retorika, tapi juga ruhiyah yang terjaga. Artinya, bukan murabbi yang dinilai ‘hebat’ karna telah mengikuti jenjang pengkaderan hingga AB 3 dan hanya mampu ngomong doank alias NATO (No Action Talk Only). Tapi yang dibutuhkan adalah AB 3/AB 2 yang mampu memback-up kebutuhan kader, mengevaluasi secara berkala, memberikan solusi dan terpenting adalah adanya perbedaan ruhiyah baik dalam implementasinya dalam sikap, perkataan dan akhlaknya.
2. Jarh (Menilai kelemahan)
Jarh dilakukan dengan menyebutkan beberapa kelemahan atau keburukan seseorang dalam masalah kejiwaan atau ruhani, atau mengkritik tindakan berdasarkan dugaan yang kuat.
Menyebut cela bukanlah ghibah pada enam hal : (1) orang teraniaya oleh penguasa zhalim; (2) meminta bantuan untuk merubah kemungkaran dan pelaku maksiat;(3) memperingati ummah dari perbuatan jahat; (4) menyebut keburukan pelaku fasiq atau bid’ah secara terang-terangan; (5) mengenalkan seseorang bukan dengan tujuan menghinanya dan (6)menyebutkan keburukan seseorang tanpa menyebut nama untuk meminta fatwa agar bisa menasehatinya.
Namun yang ada sekarang bagai jauh panggang dari api. Wajihah dakwah yang seharusnya mendakwahkan hal ini kepada ammah, justru sering terjebak dalam rutinitas ghibah.
Misalnya, ketidaksepakatan dalam sesuatu hal akan membawa ikhwah berghibah, menjelek-jelekkan saudaranya sendiri (yang digambarkan Allah seperti memakan daging saudara sendiri). Hal ini ‘selalu’ kita lakukan dengan alasan curhat atau apalah namanya. Namun hasil dari curhat itu sendiri justru memperlihatkan ‘kebencian’ yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Hasil curhat itu sendiri (terkadang) malah menambah jumlah saudara yang membenci, karna ‘termakan hasut’ dari pengghibah.
Akan lebih baik kan apabila kita tidak menyepakati sesuatu, mencari cara yang paling save menurut kita? Aman untuk kedua belah pihak, dari berbagai sisi. Ada yang memilih menyampaikan langsung (syarat : tidak berkhalwat); ada yang lebih memilih lewat surat (karna tidak berani bicara langsung); atau melalui sindiran, sikap atau yang lain, yang penting ketidaksepakatan memiliki sarana untuk dapat disalurkan kepada saudara yang tidak disepakati. Satu hal yang penting, adalah etika dalam penyampaian. Akhlak dalam mengkritik dan dikritik menurut Islam mestilah terjaga.

Sekali lagi, ana ingin mengingatkan bahwa :
“Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, dan sabar adalah sinar”.
Bagaimana bisa orang yang memiliki cahaya, bukti dan sinar tidak mengetahui hakikat sesuatu melalui makna tutur kata...
Bersikap tegas dalam prinsip aqidah dan bertoleransi serta bersabar atas apa yang tidak disepakati sesama saudara. Terkadang kita malah lebih sering bertoleransi pada ammah dengan alasan kefahaman mereka, hal ini penting. Namun yang tak kalah penting, mengapa dengan saudara seperjuangan, kita malah bersitegang urat leher dan berjidal untuk hal-hal ‘remeh’ seperti egoisme pribadi, prinsip pribadi, dan tetek bengek lainnya.
Apakah ikhwah tidak menginginkan wajihah dakwah yang bernama KAMMI ini diberkahi Allah swt karna personil didalamnya mampu menjaga keimanannya, ruhiyahnya, terhindar dari hal-hal subhat, terjaga dari hal-hal yang meringan-ringankan namun juga tidak memberat-beratkan?
Kesabaran bukti keimanan. Iman yang kan menjawab seluruh fitnah. Jangan banyak menyangkal dan repot menjawab untuk membersihkan diri dari tuduhan. Karna sangkalan bukanlah sebuah jawaban atas permasalahan, malah sangkalan hanya akan membuka fakta lebih nyata dari sebelumnya.
Semoga ALLAH SWT berkenan mengakhiri hidup kita dengan syahid dan kelak mengizinkan mujahid dan mujahidah dakwah umumnya, mujaddid dan mujaddidah KAMMI khususnya untuk memasuki salah satu pintu Jannah-NYA bersama rombongan para syuhada. Amin.

0 comments: