Mau Makan Ingat Kamu…

"Aku mau makan ingat kamu…" pasti Anda pernah mendengar lirik lagu seperti ini. Kedengarannya gombal, walau sebagian orang menganggapnya romantis. Okelah, kita sebut saja romantis semi gombal. Lirik semacam ini lumayan abadi, dari jaman Rinto Harahap, Pance Pondaag, dan kemudian Obbie Mesakh sampai Maia Ratu pun menggunakan lirik ini.

Sebagian orang sudah mulai tidak percaya akan kenyataan lirik tersebut, apakah benar-benar ada seorang lelaki misalnya, yang saat makan teringat isterinya, atau seorang wanita yang selalu bertanya, “apakah suamiku juga makan enak siang ini?” ketika ia ditraktir makan oleh teman-temannya di kantor. Nah, jika Anda termasuk yang mulai ragu akan kenyataan lirik itu, simak nih cerita berikut,

Sebut saja Minto, tidak etis jika saya menyebut nama aslinya, seorang office boy di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Penghasilannya sebagai OB tentu tak seberapa, untuk membayar kontrakan saja sudah lebih setengah gajinya terpakai. Sisanya hanya cukup untuk sepekan pertama, tiga pekan berikutnya “terserah Allah…” katanya.

Minto pernah cerita, pernah selama sepekan ia, isteri dan anaknya tidak ketemu nasi. Selama itu, hanya air putih dan singkong yang dimakan. Entah kenapa selama sepekan itu pula tak satupun bos-bosnya di kantor yang mentraktirnya makan seperti hari-hari biasanya, “mungkin mereka lagi nggak punya uang, sama seperti saya,” pikir Minto.

Pernah juga dua hari berturut-turut keluarga itu tidak punya makanan sama sekali, kecuali beberapa lembar roti pemberian tetangga –yang sama-sama ngontrak. Suami isteri itu sepakat roti itu hanya untuk anak mereka satu-satunya, karena belum tahu kapan mereka akan mendapatkan makanan berikutnya. Dua hari itu pula suami isteri itu hanya meneguk air putih sebagai asupan tubuhnya. Beruntung di hari ketiga, seorang temannya silaturahim ke rumah dan melihat wajah Minto yang pucat. Segera ia membeli makanan dan sejumlah bahan sembako untuk keluarga itu.

Jika di kantor Minto mendapat jatah makanan, misalnya ada seorang karyawan yang berulang tahun. Ketika semua karyawan asik menikmati makanan, Minto menyimpannya untuk dibawa ke rumah. Nasi sekotak itu, katanya, lebih nikmat dimakan bertiga bersama isteri dan anaknya. Suatu hari, kantor tempatnya bekerja mengadakan sukuran dengan makan bersama di kantor. Hidangan prasmanan yang serba nikmat itu membuat Minto berpikir, “Mudah-mudahan ada sisa yang bisa saya bawa pulang”.
Suatu hari ada atasannya yang membeli beberapa pan pizza, semua karyawan ikut mengerubungi meja dan mengambil satu persatu potongan pizza. Sepotong pizza sudah di tangan Minto, namun ia tak segera melahapnya meskipun perutnya sudah keroncongan. “Minto, ayo dimakan… nggak doyan pizza ya?” ujar salah seorang karyawan. Padahal Minto tengah berpikir, “isteri saya siang ini makan apa ya?”

Kalau ada undangan makan-makan dari tetangganya, misalnya sepulang dari masjid usai sholat subuh berjamaah. Minto selalui minta izin pulang dulu ke rumah dan tiba-tiba ia datang lagi bersama isteri dan anak-anaknya. Ia tak peduli apa kata orang lain, yang penting ia tidak ingin makan enak sendirian sementara isteri dan anaknya cukup mendengar cerita indah, “Tadi Ayah diajak makan di rumah pak anu… makanannya enak deh, nasi uduk, pakai ayam goreng, sambang goreng, ….”

Yang menarik, tahu betapa perhatian dan sayangnya sang suami, isterinya pun bertindak sama. Setiap kali ada tetangga yang datang ke rumah mengantarkan makanan, ia hanya memberi sepertiga untuk makan anaknya, dua pertiga lagi disimpan untuk menunggu dimakan bersama suaminya. Hmm, ini yang namanya romantis, tidak gombal!

Buat kita, ada banyak Minto di sekeliling kita. Semoga kita bisa lebih perhatian dan peka terhadap orang-orang di sekitar kehidupan kita, baik di kantor maupun di rumah. “Aku mau makan ingat kamu…” ingat keluarga, tetangga, teman, sahabat dan kaum dhuafa, biar kita tidak berlebihan dan kekenyangan. (gaw)

sumber: http://warnaislam.com/rubrik/monolog/2009/1/30/23040/Mau_Makan_Ingat_Kamu.htm

0 comments: